Menurut tokoh koperasi Ibnoe Soedjono, untuk memahami apa yang
disebut kemampuan koperasi, kita perlu menggunakan tolak ukur keberhasilan
koperasi secara mikro. Keberhasilan koperasi dapat didekati dari dua sudut,
yaitu sudut perusahaan dan sudut efek koperasi.
Pendekatan dari sudut perusahaan:
Peningkatan Anggota Perorangan
Pada dasarnya lebih penting jumlah anggota perorangan daripada
jumlah koperasi, karena sebagai kumpulan orang kekuatan ekonomi bersumber dari
anggota perorangan. Ada dua faktor keanggotaan yang perlu diperhatikan, yaitu
kemampuan ekonomi dan tingkat kecerdasan anggota.
Peningkatan Modal
Peningkatan modal terutama yang berasal dari koperasi sendiri.
Jumlah modal dari dalam dapat digunakan sebagai salah satu indikator utama dari
kemandirian koperasi. Semakin besar modal dari dalam berarti kemandirian
koperasi tersebut semakin tinggi. Indikator kemandirian yang lain adalah
keberanian manajemen untuk mengambil keputusan sendiri.
Peningkatan Volume Usaha.
Volume
usaha berkaitan dengan skala ekonomi, semakin besar volume usaha suatu koperasi
berarti semakin besar potensinya sebagai perusahaan, sehingga dapat memberikan
pelayanan dan jasa yang lebih baik kepada para anggota.
Peningkatan Pelayanan
Kepada Anggota dan Masyarakat.
Berbeda
dengan unsur yang lain, pelayanan ini sukar dihitung secara kuantitatif.
Anggota dapat merasakan efeknya dengan membandingkan sebelum dan sesudah ada
koperasi. Bentuk pelayanan dapat bermacam-macam, misalnya: pendidikan,
kesehatan, beasiswa, sumbangan, pelayanan usaha yang cepat dan efisien, dan
sebagainya.
Pendekatan dari sudut efek koperasi:
Produktivitas
Artinya
koperasi dengan seluruh hasil kegiatannya dapat memenuhi seluruh kewajiban yang
harus dibayarnya, seperti: biaya perusahaan, kewajiban kepada anggota, dan
sebagainya.
Efektivitas
Dalam
arti mampu memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap anggota-anggotanya.
Adil
Dalam
melayani anggota-anggota, tanpa melakukan diskriminasi.
Mantap
Dalam arti bahwa koperasi begitu efektif sehingga
anggota-anggota tidak ada alasan untuk meninggalkan koperasi guna mencari
alternatif pelayanan di tempat lain yang dianggap lebih baik.
Ibnoe
Soedjono juga menambahkan bahwa di Indonesia ada ukuran keberhasilan lain yang
perlu digunakan secara makro, sebagai akibat dari peranan koperasi dalam
melayani masyarakat dan sebagai alat kebijaksanaan pembangunan pemerintah.
Ukuran keberhasilan ini seringkali didasarkan pada penilaian pemerintah
terhadap pencapaian target yang sudah ditetapkan.
Dalam hal dimana koperasi melaksanakan program-program
pemerintah, maka seharusnya pemerintah menetapkan target-target yang ingin
dicapai yang seharusnya sama atau tidak bertentangan dengan target yang
diinginkan koperasi, sehingga keduanya dapat dipadukan.
Dengan demikian kepuasan anggota sebagai tolok ukur keberhasilan koperasi tetap bisa digunakan sebab apa pun yang telah dicapai koperasi, keberhasilan koperasi harus diukur dari pendapat anggota-anggotanya, apakah mereka puas atau tidak atas kinerja koperasinya. Dengan berpedoman pada manajemen koperasi dimana rapat anggota mempunyai kekuasaan tertinggi, maka pengurus koperasi harus berhasil dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sehingga anggota bisa merasa puas atas kinerja koperasinya.
Dengan demikian kepuasan anggota sebagai tolok ukur keberhasilan koperasi tetap bisa digunakan sebab apa pun yang telah dicapai koperasi, keberhasilan koperasi harus diukur dari pendapat anggota-anggotanya, apakah mereka puas atau tidak atas kinerja koperasinya. Dengan berpedoman pada manajemen koperasi dimana rapat anggota mempunyai kekuasaan tertinggi, maka pengurus koperasi harus berhasil dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sehingga anggota bisa merasa puas atas kinerja koperasinya.
Kenyataan
menunjukkan bahwa apa yang dihasilkan koperasi sebagai sistem terbuka pada
hakikatnya dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor
ekstern sebagai berikut:
- Iklim yang baik di bidang ekonomi, politik, dan hukum yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan koperasi, seperti: kebijakan ekonomi yang membantu dan melindungi kegiatan rakyat kecil, kemampuan politik untuk membantu dan mengembangkan koperasi, dan peraturan perundang-undangan yang melindungi dan memantapkan peranan koperasi.
- Kebijakan pemerintah yang jelas dan efektif untuk mendukung koperasi, seperti: kebijakan di bidang produksi, perdagangan, perkreditan, perpajakan, dan sebagainya.
- Sistem prasarana yang dapat melancarkan perkembangan koperasi, seperti: pelayanan birokrasi, pendidikan, penyuluhan, sarana perhubungan dan pengangkutan, perkreditan, dan sebagainya.
- Kondisi lingkungan setempat yang memungkinkan untuk perkembangan koperasi, seperti: semangat gotong-royong, tidak ada kekuatan monopolis, dan tidak ada persaingan yang tidak seimbang.
Menurut M.G. Suwarni Dosen FE Universitas Janabadra Yogyakarta,
keberhasilan koperasi dalam melaksanakan perannya sebagai tiang perekonomian
bangsa , dengan hirarki kedudukan koperasi sebagai badan usaha, sebagai gerakan
ekonomi, maupun sebagai sistem ekonomi memerlukan tolok ukur minimal (Nugroho
SBM, 1996).
2.5.1 Tolak
Ukur Keberhasilan Koperasi Sebagai Badan Usaha
ü Jenis
anggota, jumlah anggota, dan jumlah anggota yang aktif serta benar-benar ikut
memiliki koperasi (jumlah anggota yang berkualitas)
ü Jumlah
simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela, serta kesadaran anggota
untuk membayarnya. Simpanan-simpanan tersebut merupakan komponen modal sendiri
bagi koperasi.
ü
Besarnya SHU dan distribusi SHU kepada anggota. Semakin adil pendistribusian
SHU kepada anggota berarti koperasi tersebut semakin berhasil.
ü
Besarnya modal, asal modal, dan jenis pemilik modal. Koperasi yang memiliki
modal besar tetapi jumlah anggotanya sedikit bisa dibilang bukan koperasi.
2.5.2 Tolak
Ukur Keberhasilan Koperasi Sebagai Gerakan Ekonomi
ü Jasa
pelayanan yang diberikan koperasi, sehingga usaha koperasi lebih maju.
ü
Peningkatan kondisi sosial ekonomi anggota koperasi.
2.5.3 Tolak
Ukur Keberhasilan Koperasi Sebagai Sistem Ekonomi
ü Kerja
sama yang baik dengan organisasi-organisasi lain, tanpa persaingan dalam
melaksanakan usahanya.
ü
Koperasi semakin dapat dipercaya, tanpa harus dikendalikan secara ketat oleh
pemerintah.
ü
Peningkatan peran serta koperasi sejajar dengan BUMN dan perusahaan-perusahaan
swasta dalam kebijakan-kebijakan, termasuk kepemilikan saham BUMN dan
perusahaan swasta oleh koperasi.
Selanjutnya M.G. Suwarni menyatakan bahwa koperasi bisa
berkembang apabila koperasi tersebut baik dan sehat. Koperasi dikatakan baik
apabila di dalam koperasi tersebut tidak terjadi penyimpangan yang fatal, tidak
ada monopoli kekuasaan lain selain rapat anggota, dan semua unsur organisasi
koperasi memberi dukungan terhadap pelaksanaan program kerja/keputusan yang
telah disepakati. Sedangkan tingkat kesehatan koperasi diukur dari kesehatan
organisasinya, kesehatan mentalnya, dan kesehatan usahanya.
Organisasi koperasi dikatakan sehat apabila kesadaran anggota
koperasi tinggi, AD/ART dilaksanakan, rapat anggota/pengurus/badan pengawas
dapat berfungsi secara optimal. Kesehatan mental koperasi dapat dilihat dari
besarnya tanggung jawab rapat anggota/pengurus/badan pengawas, pengelolaan
koperasi berdasarkan kemanusiaan/kekeluargaan, keterbukaan, kejujuran, dan
keadilan, program-program pendidikan koperasi dilaksanakan secara rutin,
konflik-konflik disfungsional dapat diatasi, serta koperasi dapat hidup
mandiri. Usaha koperasi sehat apabila pengelolaanya didasarkan atas azas dan
sendi dasar koperasi, berjalan secara rutin, RAT dilaksanakan secara rutin,
setiap RAT dibagikan SHU secara adil, memberikan pelayan yang baik, dan usaha
yang semakin meningkat.